SEJARAH PENYAKIT LUPUS

Menurut sejarahnya penyakit lupus telah dikenal sejak tahun 600 AD. Meskipun SLE telah berumur 20 abad, pertama kali ditemukan oleh Hippocrates 400 tahun SM dan Paracelcus pada tahun 1500 Masehi. Istilah yang pertama kali dikemukakan adalah “Lupus Erythemateux”. Pada tahun 1850 Sarjana Paris Cazenave dan Clausit mendeskripsikan penyakit ini dengan bercak yang disertai luka pada kulit wajah menyerupai gigitan serigala. Dari gejala ini kemudian dipikirkan istilah “Lupus” dalam bahasa latin yang berarti Serigala. Pada waktu yang sama di Vina, seorang dermatologist Ferdinand von Hebra menampilkan gambar tentang bercak berbentuk kupu-kupu yang akhirnya digunakan sebagai ciri penyakit Lupus.

 

Pertama kali penyakit ini hanya dikenali sebagai suatu penyakit di kulit, baru pada tahun 1849 Sarjana Osler mengenali bahwa lupus tidak hanya sekedar penyakit kulit, tetapi juga bisa bersifat sistemik. Pada th 1940 baru dipahami bahwa penyakit lupus bisa timbul tanpa disertai  kelainan di kulit.  Sampai tahun 1950 SLE masih merupakan kasus yang jarang. Tapi saat ini dengan berkembangnya pemahaman konsep mekanisme terjadinya penyakit, maka angka kejadiannya saat ini semakin meningkat. Dilaporkan angka kejadian pada masing-masing suku di dunia ini berbeda-beda, pada suku kulit hitam Amerika, suku Cina, Kaukasia, dan Melayu. Demikian juga manifestasi klinik, aktivitas penyakit, mortalitas, morbiditas juga berbeda pada setiap etnis. Lupus adalah penyakit otoimun sistemik yang ditandai berbagai macam antibodi didalam tubuh. Dalam kondisi normal, antibodi berperan dalam melawan infeksi baik bakteri, virus maupun jamur. Pada penyakit otoimun, antibodi-antibodi menjadi lepas kendali, dimana antibodi ini tidak hanya menyerang bakteri atau virus yang masuk tetapi juga organ tubuh sendiri pun diserang.

 

Awalnya untuk diagnosa lupus adalah dengan pemeriksaan darah adanya sel Lupus Eritematosus (LE) yang dikemukakan oleh Sarjana Hargraves tahun 1948, karena pemeriksaan ini sulit maka Sarjana Friou dari USA menggantinya dengan anti nuclear antibody (ANA). Penyakit ini pada awalnya tidak diketahui sebagai penyakit yang serius atau penyakit yang fatal. Penelitian yang dilakukan pada pasien lupus ditemukan bahwa lupus adalah penyakit yang membentuk antibodi seperti tubuh saat terinfeksi bakteri atau virus, tetapi antibodi pada lupus adalah antibodi terhadap sel tubuh sendiri yang dikenal dengan antibodi ANA dan dianggap antibodi ini adalah gejala yang menyebabkan penyakit lupus. Prof. Hughes menemukan antibodi terhadap cardiolipin yang menyebabkan sumbatan pembuluh darah pada penderita lupus dan sarjana ini menemukan antibodi dsDNA yang diduga menyebabkan lupus nefritis.

 

Berkembangnya penelitian tentang lupus baik pada manusia maupun binatang untuk mengetahui penyebab proses penyakit menyimpulkan bahwa lupus merupakan penyakit disfungsi sistem imun yang memproduksi antibodi yang menimbulkan kerusakan organ. Penelitian ini juga menemukan bahwa lupus merupakan penyakit genetik dan menjelaskan berbagai gen yang terlibat dalam menimbulkan penyakit lupus. Pada tahun 1950-an lupus merupakan penyakit yang jarang terjadi, tetapi dengan kemajuan berbagai pengobatan maka sejak tahun 1980 lupus bukan merupakan penyakit yang jarang lagi. Adanya kemajuan terapi, memperpanjang masa hidup penderita lupus.

 

Lupus adalah nama latin untuk “serigala”, dan dikenal luas dalam ilmu kedokteran bahwa “ruam kupu-kupu” yang terlihat di pipi sebagian penderita lupus serupa dengan wajah serigala sehingga nenek moyang kita memilih nama itu. Nama teknis untuk penyakit yang kita kenal dengan lupus, “lupus” pertama kali dipergunakan untuk menyebut kelainan kulit oleh seorang Prancis, Pierre Cazenave, pada 1851, meskipun artikel yang menjelaskan kondisi itu berasal dari zaman Hippocrates Yunani kuno. Sumber tertulis yang akurat mengenai kelainan kulit yang berkaitan dengan lupus dipublikasikan pada pertengahan 1800-an oleh Dokter Ferdinand von Hebra dan anak tirinya Moriz Kaposi (nama penyakit Kaposi’s sarcoma mengacu kepadanya). Anggapan lain pertama bahwa penyakit ini bersifat internal (di bawah permukaan kulit dan mempengaruhi tubuh bagian dalam) terlihat di tulisan tersebut. Bagaimanapun, adalah Sir William Osler yang menulis sumber tulisan yang lebih lengkap mengenai lupus erythematosus antara 1895-1903. selain untuk menjelaskan gejala-gejala seperti demam dan tekanan mental, ia menunjukkan bahwa sistem saraf sentral, otot, paru-paru, dan jantung bisa menjadi bagian dari penyakit ini.

 

Masa kejayaan patologi pada 1920-an dan 1930-an menghasilkan deskripsi patologi yang detail mengenai lupus dan menunjukkan bagaimana ia berakibat pada sel-sel ginjal, jantung, dan paru-paru. Pembahasan awal mengenai temuan darah abnormal seperti anemia (kekurangan sel darah merah atau kekurangan hemoglobin) dan kekurangan trombosit (sel-sel yang membekukan darah) muncul pada saat itu. Kita harus menunggu sampai 1941 untuk terobosan baru selanjutnya, yang berasal dari Mount h Sinai Hospital di New York. Di sana, Dr. Paul Klemper dan beberapa koleganya menciptakan istilah “collagen disease” berdasarkan penelitian klinis yang mereka lakukan. Meskipun istilah ini kurang tepat (sel-sel collagen tidak berperan penting dalam lupus), evolusi pemikiran ini menghasilkan klasifikasi lupus kontemporer sebagai sebuah “autoimun disorder” berdasar pada munculnya ANA dan autoantibodi yang lain.

 

Unit radang sendi yang kali pertama tertarik dengan lupus diawali oleh Marian Ropes di Massachusetts General Hospital di Boston pada 1932. pada saat itu, tidak ada tes darah untuk mendiagnosis lupus. Lalu, hingga 1948, tidak ada penanganan yang efektif untuk lupus kecuali salep kulit atau aspirin. Dr. Ropes mengamati bahwa separuh pasiennya menjadi lebih baik dan separuhnya meninggal selama kurun waktu 2 tahun penanganan. Secara tidak langsung, ia menggolongkan pasiennya menjadi “organ-threatening” dan “non-organ-threatening”, tetapi dalam bebarapa kasus ia tidak punya cara melakukan biopsy sel untuk menentukan golongan mana yang tepat untuk pasien.

 

Pada 1946, seorang pathologist di Mayo Clinic bernama Malcolm Hargraves melakukan pengujian tulang sumsum terhadap seorang pasien dan menutup pembuluh selama beberapa hari. Dalam pengujian tulang sumsum, dokter mengambil contoh sel dari tulang (biasanya dari tulang dada atau pinggul, tempat darah diproduksi). Setelah mengembalikan pembuluh, Hargrave mengamati sel unik dari hasil pemotretan mikroskop, yang kemudian dikenal sebagai LE. Dipublikasikan  pada 1948, penjelasannya tentang sel LE, atau lupus erythematosus, adalah salah satu inovasi dalam sejarah reumatologi. Sel ini adalah bentuk lain dari proses penyebab radang; identifikasi ini memungkinkan para dokter untuk pertama kali mendiagnosis penyakit ini dengan lebih cepat dan lebih akurat. Dr. Hargraves dan yang lain menunjukkan bagaimana sel LE bisa dilihat dalam contoh darah dan menemukan bahwa 70 sampai 80 persen dari pasien penderita SLE aktif memiliki sel tersebut. Pada akhirnya, para pasien pengidap penyakit ini bisa segera ditemukan. Pada 1949, inovasi lain muncul. Dr. Philip Hench, dokter Mayo Clinic, dan satu-satunya ahli reumatologi yang pernah memenangi nobel dalam bidang kedokteran, membuktikan bahwa hormon temuan baru yang disebut cortisone bisa menyembuhkan arthritis reumatoid. Hormon ini diberikan kepada pasien SLE di penjuru negeri, dan setelah itu banyak nyawa bisa diselamatkan.

 

Bagian terakhir kisah ini berkembang selama 1950-an, ketika konsep autoimun disease diresmikan dan sel LE dijadikan bagian dari reaksi antinuclear antibody (ANA). Hal ini menghasilkan pengembangan lain untuk pemeriksaan antibodi, yang memungkinkan para peneliti menggolongkan penyakit ini ke dalam susunan yang lebih detail dan definitif. Dr. Edmun Dubois mengumpulkan 1000 pasien lupus dan menjadi salah seorang peneliti pertama yang meneliti rangkaian penyakit ini. Selama itu juga, alat-alat kemoterapi kanker seperti nitrogen mustard ditemukan efektif dalam menangani komplikasi organ-organ yang mengancam jiwa untuk SLE ketika digabungkan dengan kortikosteroid.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *