Tata Laksana SLE

Terapi utama dari lupus adalah pengendalian stress, kelelahan serta menghindari paparan sinar matahari, selain itu untuk mengatasi inflamasi pada organ maka diberikan kortikosteroid.

 

Sistem Imunologi

Terdiri dari sistem imun natural dan sistem imun yang didapat (adaptif). Sistem imunologi tidak hanya sel yang berperan dalam membersihkan suatu benda asing (bakteri, virus), tetapi terdiri dari organ-organ atau bagian dari organ sebagai lini pertama pertahanan tubuh misalnya bulu hidung, lendir pada tenggorokan, lendir hidung (ingus), reflek batuk, epitel saluran cerna. Sedangkan lini kedua pertahanan tubuh yaitu pada limfa, tongsil, sel darah putih, antibodi.

 

Semua sistem imun ini bekerja sama dalam melawan masuknya bakteri, virus dan mikroba yang lain masuk ke dalam tubuh kita. Sistem imun teraktivasi bukan diaktifkan oleh otak melainkan bekerja melalui informasi sistem imun yang telah teredukasi di sel Thymus (T). Sistem imun ini merupakan sistem pertahanan tubuh untuk menghindari hal-hal yang sekiranya membahayakan tubuh. Sel-sel imun terdiri dari sel APC (antigen presenting cell) bertugas mengenali antigen yang masuk. Selanjutnya informasi yang didapat sel APC dikomunikasikan pada sel T (limfosit T) untuk memusnahkan antigen yang masuk, dalam hal ini sel T bisa memusnahkan antigen dengan cara mengerahkan banyak sel T atau dengan bantuan sel B (limfosit B) untuk membentuk antibodi yang digunakan sebagai senjata dalam memusnahkan antigen.

 

Peristiwa autoimun adalah ketika sel T mengenali informasi dari sel APC yang berasal dari sel tubuh sendiri sebagai antigen dan merespon dengan sangat berlebihan (sel T yang sensitif) dan pembentukan antibodi oleh sel B yang mendapat informasi dari sel T untuk membentuk antibodi dalam jumlah yang sangat berlebihan. Adanya autoantibodi terhadap sel sendiri menimbulkan kekacauan sistem imunologi, sehingga terjadi penyakit autoimun. Untuk mengendalikan sistem imun yang kacau ini, maka digunakan imunosupresan dengan tujuan mengendalikan respon imun yang berlebihan (tidak sewajarnya).

 

Penyakit autoimun terkait dengan faktor genetik, dimana faktor gen ini berperan dalam mengendalikan sistem imun. Oleh karena itu penyakit autoimun merupakan penyakit herediter (diturunkan) bukan penyakit yang didapat seperti infeksi. Namun gen-gen ini akan menjadi aktif bila ada pemicunya, misalnya stress, kelelahan, infeksi, kekacauan hormon.

 

Stress dan Sistem Imun

Stress adalah kondisi emosi yang tidak sesuai harapan, stress akan mempengaruhi biologi dan perilaku seseorang. Dikarenakan stress sel-sel otak mensekresi sitokin dan mengaktifkan HPA aksis (mengatur sekresi kortisol) yang akan mempengaruhi sistem imunitas. Stress bisa dikelompokkan stress fisik (kelelahan) atau mental. Pengendalian stress dan kelelahan merupakan faktor yang sangat penting untuk mengendalikan penyakit autoimun.

 

Paparan sinar matahari

Dalam kondisi normal kulit manusia yang terpapar sinar matahari terlalu banyak akan menimbulkan kematian sel keratosit. Kematian sel ini pada tubuh yang normal akan dibersihkan dan tidak dikenali sebagai antigen (musuh). Pada penyakit autoimun kematian sel keratosit ini akan dikenali sebagai antigen oleh karena itu paparan sinar matahari dapat memicu aktivitas penyakit. Maka untuk menghindari kematian sel yang sangat banyak dianjurkan pemakaian sunblock dengan SPF minimal 30.

 

Kortikosteroid

Dosis kortikosteroid masing-masing individu berbeda dan sangat tergantung dengan aktivitas penyakit. Macam dosis kortikosteroid ada yang diberikan dosis tinggi dalam waktu tiga hari berturut-turut, kemudian dosis disesuaikan dengan berat badan, dipertahankan selama 4 minggu maka dosis kortikosteroid selanjutnya diturunkan secara perlahan-lahan sampai mencapai dosis minimal yang masih mampu mengendalikan aktivitas penyakit.

 

Tidak disarankan pemakaian kortikosteroid tunggal dalam jangka lama. Menurut penelitian minum kortikosteroid lebih dari 7,5mg dalam tempo 3 bulan, maka akan terjadi efek samping kortikosteroid. Oleh karena itu bila pemakaian kortikosteroid ini sangat bijaksana pemakaiannya, maka tidak perlu khawatir akan terjadinya efek samping kortikosteroid.

 

Apa saja efek samping pemakaian kortikosteroid dengan dosis yang tidak semestinya dosis tinggi dalam jangka panjang?

1. Diabetes mellitus

2. Moon face

3.Buffalo neck

4. Hipertensi

5. Risiko infeksi meningkat

6. Osteoporosis

7. Cushing syndrome (adanya penumpukan lemak pada daerah wajah, ekstremitas atas, leher, punggung atas)

8. Katarak

9. Glukoma

10. Luka lambung

11. Hipoadrenal

12. Tumbuh rambut halus pada wajah, paha, lengan

13. Miopati

14. Nekrosis pada pangkal paha

15. Gangguan penyembuhan luka

16. Psikosis (gangguan jiwa)

17. Retensi natrium

 

Untuk menghindari efek samping digunakan golongan kortikosteroid yang efek mineralokortikoidnya rendah, yang aman adalah golongan metyl prednisolon atau prednisone. Semua pasien yang mendapatkan kortikosteroid jangka panjang dianjurkan oleh WHO untuk mengonsumsi kalsium dan vitamin D untuk mencegah osteoporosis.

 

Apa kortikosteroid itu?

Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar korteks adrenal yang produksinya diatur oleh tubuh oleh hormon ACTH (Adrenocorticotropic hormone). Di dalam tubuh ada dua bentuk kortikosteroid yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Hormon ini sekresinya naik turun dan dalam sehari-hari mengikuti aktivitas  tubuh sehari-hari. Pada pagi hari pada umumnya kadarnya rendah dan meningkat puncaknya pada malam hari.

 

Fungsi dari hormon ini mengatur metabolisme tubuh dan mengatur kadar elektrolit di dalam tubuh yaitu natrium, kalium serta volume plasma yang mempengaruhi tekanan darah. Pemakaian obat kortikosteroid dianjurkan mengikuti pola kadar kortisol dalam darah. Pada pemakaian jangka panjang dengan dosis tinggi akan menimbulkan penekanan fungsi organ korteks adrenal yang menyebabkan hipokortisol dengan gejala kelemahan sampai yang berat yaitu menimbulkan gangguan kesadaran (koma). Untuk mengetahui tanda-tanda kortikosteroid yang dikonsumsi melebihi dosis yang dianjurkan yaitu moon face, timbulnya stretchmark. Kortikosteroid digunakan dalam terapi adalah sebagai anti inflamasi karena kortikosteroid di dalam tubuh akan mengatur sintesa sitokin anti inflamasi. Tetapi tidak semua penyakit autoimun respon dengan kortikosteroid, maka tidak dianjurkan pemakaian yang tidak bijaksana.

Jenis kesediaan kortikosteroid:

1. Mineralokortikoid (contoh: dexametasone, cortisone)

2. Glukokortikoid (contoh: prednisolone)

 

Imunosupresan

Penyakit autoimun adalah penyakit yang disebabkan fungsi sel imunologi tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai sel yang memproteksi tubuh kita terhadap antigen atau bakteri yang masuk, akibat penangkapan informasi yang dipersepsikan berbeda. Dalam kondisi normal sel kekebalan tubuh kita sebelum beredar di dalam darah mengalami edukasi untuk mengenali sel tubuh supaya tidak dilakukan pemusnahan. Pada penyakit autoimun fungsi edukasi ini gagal, sehingga banyak sel kekebalan tubuh yang beredar di dalam darah mengenali tubuh sendiri sebagai antigen.

 

Imunosupresan adalah suatu obat yang ditujukan untuk menekan sel-sel kekebalan tubuh yang mengenali sel-sel tubuh sendiri sebagai antigen. Perbedaan imunosupresan dengan kemoterapi adalah bila imunosupresan hanya mengendalikan sistem imun, tetapi pada kemoterapi adalah mengendalikan pertumbuhan sel-sel apa saja yang diluar kendali tidak hanya sel imun. Obat-obat yang digunakan untuk imunosupresan ataupun kemoterapi hampir sama, yang berbeda hanya dosis dan kombinasi obat, serta frekuensi pemberian. Sehingga efek samping yang ditimbulkan pun berbeda, lebih berat pada pemberian kemoterapi.

 

Obat-obat yang digunakan untuk imunosupresan biasanya dengan dosis yang sangat kecil yang digunakan untuk mengendalikan sel kekebalan tubuh. Pertumbuhan sel kekebalan tubuh yang mengenali sel-sel tubuh sebagai antigen berkembang dalam jangka waktu lama, sedangkan pada kanker pertumbuhan sel dalam jumlah banyak membutuhkan yang sangat singkat. Misalnya satu sel kanker menjadi 10.000 sel kanker mungkin membutuhkan waktu satu minggu, sedangkan sel kekebalan tubuh yang “nakal” untuk berkembang menjadi banyak membutuhkan waktu berbulan-bulan. Pada intinya obat-obatan imunosupresan dan kemoterapi mengendalikan sel yang tidak normal di dalam tubuh.

 

Jenis-jenis obat imunosupresan:

1. Cyclophosphamide

2. Metrotrexate

3. Kloroquin (anti malaria)

4. Siklosporin

5. Azathioprine

6. Leflunemide

7. Mycophenolate mofetil

8. Tacrolimus

9. Preparat garam emas

10. Depenisilamine

11. Kortikosteroid

12. Biologic agent

 

Biologic agent

Yaitu suatu rekombinan antibodi yang ditujukan untuk mengeliminasi sitokin atau sel yang dianggap bermasalah dalam penyakit. Contohnya anti TNFα tujuannya menangkap sitokin TNFα yang diduga sangat berperan dalam mengacaukan kerja system imunologi, anti IL-6 tujuannya untuk menangkap sitokin IL-6, Anti CD-20 menangkap sel B, anti Blyss atau belimumab juga berfungsi menangkap sel B, anti CTL4 untuk memblok komunikasi sel APC dan sel T.

 

Efek samping imunosupresan

Imunosupresan akan memberikan efek samping bila pemakaian dengan dosis yang berlebihan atau memberikan kombinasi imunosupresan. Pada umumnya efek samping adalah depresi sumsum tulang dimana fungsi sumsum tulang adalah pabrik dari lekosit, sehingga bila terjadi depresi sumsum tulang, maka produksi lekosit dalam darah menurun yang menimbulkan pertahanan tubuh menurun dan mudah terjadi infeksi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *