Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

SLE adalah salah satu kelompok penyakit rematik yang sangat fatal. Merupakan penyakit autoimun yang menyerang seluruh organ tubuh, banyak dijumpai pada wanita khususnya usia produktif (usia subur), karena penyakit ini diduga berkaitan dengan faktor hormonal yaitu estrogen, prolaktin. Diagnosa dan terapi SLE sulit karena manifestasinya yang sangat luas yang terkadang menyerupai dengan penyakit sistemik lainnya.

 

Angka kejadian SLE di dunia berkisar 2/2000 penduduk atau 1/1000 penduduk. Di Indonesia belum diketahui angka pastinya, tetapi di RSU Dr. Soetomo angka kejadian SLE dengan penderita baru terdiagnosis sekitar 40 kasus perbulan, dengan manifestasi organ yang beragam, mulai dari yang ringan hingga mengancam jiwa.

 

Sejarah Penyakit Lupus

 

Istilah lupus berasal dari bahasa latin yang artinya “wolf” yang digunakan pada pertengahan abad ke-18 untuk menjelaskan erosi kulit seperti gigitan serigala yang diperkenalkan oleh Sarjana Ferdinand von Hebra. Sarjana ini pertama kali mendeskripsikan malar rash pada wanita yang didiagnosa lupus. Sarjana Kaposi pada tahun 1837 menjelaskan bahwa lupus adalah penyakit sistemik yang menyerang saluran pencernaan. Kemudian Sarjana Osler dan Jadassohn juga mempertegas penyakit lupus adalah penyakit sistemik. Pada tahun 1923 ditemukan adanya lesi pada dinding jantung bagian dalam atau endokarditis oleh Libman dan Sacks.

 

Angka kejadian lupus dari tahun ke tahun makin meningkat. Pada tahun 1950-an angka kematian lupus menurun. Dengan kemajuan teknologi ilmu kedokteran molekuler, berkembangnya terapi biologik, maka penyakit lupus dapat dikendalikan dengan baik sehingga menurunkan angka kematiannya.

 

Lupus adalah penyakit autoimun yang kronik. Ditandai dengan berbagai fase perjalanan penyakit. Pada fase awal hanya ditandai dengan pembentukan antibodi tanpa ada gejala klinik. Bila berlanjut maka akan ditandai dengan gejala-gejala kelainan organ yang tidak spesifik dan ini bisa berkembang menjadi manifestasi lupus yang kompleks.

 

Patogenesis Lupus

Penyakit SLE sangat komplek dari segi diagnosis maupun tata laksana. Keadaan aktivitas penyakitpun terkait erat dengan aktivitas respon imun di dalam tubuh yang sulit dimengerti peran sel imun mana yang paling menonjol dan sitokin apa yang paling berperan. Oleh karena setiap individu itu unik secara genetik sehingga sulit sekali respon imun yang terkait dengan faktor genetik bisa dijelaskan dengan mudah.

 

Hal ini bisa dilihat dari manifestasi kliniknya yang beragam dari individu ke individu lainnya. Namun pada umumnya inflamasi oleh karena sel kekebalan tubuh mengenali sel sendiri sebagai antigen (benda asing). Kombinasi dari berbagai gen yang defek menimbulkan individu peka terhadap penyakit autoimun apapun. Dalam hal ini gen-gen yang terkait pada penyakit autoimun yaitu gen-gen sitokin proinflamasi, gen yang mengatur kemokin dan gen-gen lain yang terkait dengan aktivasi sistem imun yaitu gen pengendali apoptosis (kematian sel), gen pengendali siklus sel, serta gen pengendali signaling intraseluler.

 

Bagaimana peran antibodi dalam menimbulkan penyakit ?

Peran antibodi dalam menimbulkan penyakit pada SLE masih belum jelas. Peran antibodi tersebut diduga :

1. Merusak langsung sel target
2. Membentuk komplek imun dan mengaktivasi sistm komplemen yang akhirnya menimbulkan inflamasi.

 

Patogenesis penyakit lupus terkait dengan faktor genetik dan adanya pemicu dari faktor lingkungan dan hormonal. Banyak gen yang terlibat dalam patogenesis lupus, sampai sekarang belum ada petanda atau marker gen yang spesifik yang memicu timbulnya penyakit lupus ini.

 

Faktor lingkungan

 

Faktor lingkungan yang diduga dapat memicu aktivitas penyakit lupus antara lain sinar ultraviolet. Sinar ultraviolet ini akan menyebabkan kematian sel kulit yang kemudian dianggap tubuh sebagai autoantigen. Penyebab lain yang diduga pemicu lupus adalah faktor stres. Stres dapat meningkatkan berbagai hormon tubuh yaitu antara lain tiroksin, anti diuretic hormone, hormon pertumbuhan, estrogen, dimana hormon-hormon ini akan mempengaruhi sistem imun untuk reaktivasi dan memproduksi antibodi.

 

Faktor hormonal

 

Pada penelitian hewan coba, bahwa estrogen dan prolaktin dapat memicu timbulnya penyakit autoimun yang ditandai dengan autoreaktif sel B. Hal ini dapat menerangkan kenapa pada penyakit lupus banyak dijumpai pada wanita pada usia produktif karena aktivitas hormonal masih sangat tinggi, dan lupus dapat aktif pada kehamilan karena pada kehamilan terjadi peningkatan hormonal.

 

Gambaran Klinis SLE

 

Gambaran klinis secara umum amat sulit dijelaskan karena manifestasinya yang sangat luas. Pada umumnya penyakit lupus ditandai dengan nyeri sendi, demam yang hilang timbul, dengan disertai nafsu makan yang menurun, berat badan yang menurun, kelelahan yang berat biasanya yang dipicu oleh stress atau kelelahan fisik. Pada umumnya pasien tidak menyadari bahwa gejala yang dialami merupakan tanda penyakit lupus karena gejala tersebut tidak spesifik. Terkadang disertai dengan bercak yang dikaitkan dengan alergi atau perut dan kaki bengkak akibat ginjal yang bocor secara mendadak atau sesak akibat adanya cairan di paru-paru atau di jantung. Gejala lain yang sering dijumpai adalah mendadak hemoglobin (Hb) turun tanpa diketahui penyebabnya atau trombosit yang turun dan seringkali diduga sebagai demam berdarah. Pasien seringkali keluar masuk rumah sakit dengan diagnosa yang tidak jelas.

 

Kesulitan diagnosa seringkali menyebabkan keterlambatan penanganan yang tepat, dikarenakan kesadaran dari masyarakat ataupun para klinisi bahwa penyakit ini cukup banyak dijumpai pada masyarakat. Hal ini menimbulkan fenomena gunung es, banyak masyarakat yang tidak peduli bahwa penyakit ini membutuhkan perhatian khusus.

 

Diagnosis

 

Diagnosis penyakit lupus ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala penyakit, didukung dengan ditemukannya beberapa antibodi yang menandai suatu penyakit autoimun. Tidak ada salah satu tes laboratorium yang menjamin bahwa hasil tersebut sebagai standar diagnosis.

 

Beberapa hal yang dapat membantu dalam mendiagnosa lupus yaitu adanya sariawan yang berulang, demam yang tidak diketahui sebabnya, adanya bercak baik di wajah maupun di badan. Dimana bercak tersebut makin memberat bila terkena paparan sinar matahari. Gejala lainnya adalah nyeri sendi yang tidak spesifik, turunnya kadar hemoglobin, lekosit, trombosit, tingginya laju endap darah (LED), kadar CRP yang normal, bengkak kaki atau perut, sesak yang mendadak, kejang tanpa diketahui penyebabnya atau mendadak koma, gangguan dalam proses berfikir.

 

Terapi pada lupus

 

Terapi pada lupus sangat individualis tergantung dari ringan beratnya penyakit, tujuannya adalah menekan aktivitas penyakit dengan menimbang risiko efek samping. Pada pasien yang mengancam jiwa, maka terapi dilakukan seagresif mungkin dengan pemberian obat dosis yang sangat tinggi dan dilakukan di Rumah Sakit. Untuk menangani kasus-kasus lupus yang berat, sebaiknya ditangani oleh ahli rematologi. Kesembuhan dari penyakit lupus sangat individual, pada intinya adalah menghilangkan pemicu seperti stres dan bayangan pasien maupun keluarga bahwa penyakit ini sangat menakutkan, agar sistem imun kembali menjadi normal fungsinya seperti sediakala.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *